Revolusi Cina Abad 19
1 Perang Candu
b. Prinsip Demokrasi
c. Prinsip Penghidupan
Perang
dalam negeri (pemberontakan) maupun invasi negara asing yang terjadi
nyaris berentetan dalam kurun waktu 100 tahun sebelum kejatuhan Dinasti
Qing. Rentetan diawali dengan kekalahan Dinasti Qing pada Perang Candu I
(1839-1842) yang sebelumnya didahului trade imbalance antara Kerajaan
Inggris dengan Dinasti Qing. Kerajaan Inggris berusaha menyiasati
kerugian dengan memperdagangkan candu yang akhirnya menjadi nama militer
konflik terbuka antara dua kekuatan ini.
Sebagai
pecundang, menurut Perjanjian Nanking, Pemerintah Qing diharuskan
membayar total 21 juta dollar dan dikenakan bunga 5% per tahun jika
tidak mencicil tepat waktu. Termasuk juga menjadikan Hong Kong sebagai
koloni Kerajaan Inggris. Perang Candu I berakhir hanya untuk disambung
dengan Pemberontakan Taiping (1851-1864) yang semakin melemahkan Dinasti
Qing. Untuk diketahui, ini adalah perang dengan korban terbanyak untuk
abad 19. Pemerinatahan Kaisar Xianfeng (1850-1861) bahkan didominasi
oleh pemberontakan ini. Sang Kaisar tidak memiliki cukup umur untuk
menyaksikan pemberontakan ini ditumpas tuntas.
Perang
seakan-akan melepas rindu dengan Dinasti Qing. Dalam kurun waktu
pemberontakan Taiping, muncul pemberontakan lain seperti : Pemberontakan
Panthay (1856-1873) dan Pemberontakan Dungan I (1862-1877). Tak
ketinggalan juga Perang Candu II (1856-1860) Walaupun pemberontakan demi
pemberontakan bisa ditumpas, tapi kondisi Dinasti makin lemah. Dinasti
Qing lagi-lagi harus membayar kerugian perang karena lagi-lagi kalah
pada Perang Candu II. Salah satu yang harus dipenuhi pada Perjanjian
Tianjin adalah harus membayar 2 juta tael kepada masing-masing Kerajaan
Inggris dan Perancis. Selain itu harus membayar 3 juta tael untuk
kerugian Pedagang Inggris. Ganti rugi terbesar diwajibkan Perjanjian
Shimonoseki setelah Dinasti Qing kalah dalam Perang Sino Jepang
(1894-1895) yaitu sebesar 340,000,000 tael atau sama dengan 13,600 ton
batangan perak. Ini senilai dengan 510,000,000 yen, setara dengan 6.4
kali pemasukan Pemerintah Jepang saat itu.
Belajar
dari kekalahan. Itulah langkah yang diambil Dinasti Qing setelah
melihat kenyataan bobroknya kekuatan mereka saat menghadapi
Pemberontakan Taiping dan 2 kali Perang Candu. Tak lama setelah Kaisar
Tongzhi naik tahta untuk menggantikan Kaisar Xianfeng, pada tahun yang
sama 1861, dimulailah gerakan modernisasi dengan mempelajari dan
mencontoh kemajuan Negara-negara Eropa yang digagas oleh Paman Raja
Gong. (Beliau adalah adik tiri dari Kaisar Xianfeng, yang berarti paman
dari kaisar Tongzhi).
Sampai
tahun 1895, modernisasi yang dilaksanakan meliputi berbagai bidang
seperti kemiliteran (pelatihan, persenjataan, struktur, taktik dsb),
bidang tarif dagang, komunikasi, perkapalan, perkereta-apian, produksi,
pendidikan. Yang perlu ditekankan adalah efek pada modernisasi
pendidikan. Di masa inilah untuk pertama kalinya, pihak dinasti
mensponsori pengiriman pelajar untuk belajar di luar negeri. Inilah
kesempatan untuk belajar langsung pada Negara-negara Barat dan setelah
pulang, menerapkannya untuk me-modernisasi Dinasti Qing.
Pada
prosesnya usaha ini bukan tanpa halangan. Kaum konfusianis konservatif
masih menganggap bahwa China tidak perlu jalan ala Barat untuk mencapai
kejayaan. Tidak tanggung-tanggung, kaum pro modernisasi harus menghadapi
penyokong konfusianis konservatif yaitu Ibu Suri Cixi (Istri dari
Kaisar Xianfeng, yang berarti Ibu kandung Kaisar Tongzhi) Ironisnya,
yang menyebabkan modernisasi ini gagal bukan perlawanan dari Konfusianis
Konservatif tapi KORUPSI dan NEPOTISME yang sudah amat sangat kronis.
Gerogotan korupsi dan gangguan nepotisme membantu mewujudkan kekalahan
total angkatan laut hasil modernisasi (yang disebut Angkatan Laut
Beiyang) pada perang Sino-Jepang. Sentimen anti Manchu muncul
kembali. Sejak Dinasti Qing berkuasa di China, rakyat masih menggangap
bahwa orang Han dipimpin oleh orang Manchu. Walaupun ada usaha untuk
membaurkan etnis Han dengan etnis Manchu, hasilnya masih tidak menonjol.
Malah setelah menyaksikan kekalahan bertubi-tubi, keinginan untuk
memimpin diri sendiri bagi etnis Han, makin kuat. Namun setelah
menyadari bahwa persoalan bukan pada dari etnis mana yang memerintah
melainkan dari efektif tidaknya pemerintahan, sentimen ini beralih
menjadi pemicu revolusi untuk menggulingkan sistem dinasti feodal.
2 Latar Belakang Timbulnya Nasionalisme Cina
2 Latar Belakang Timbulnya Nasionalisme Cina
Cina merupakan negara yang memiliki sejarah cukup tua. Negara ini
diperintah oleh berbagai dinasti. Kepala pemerintahannya disebut kaisar.
Salah satu dinasti asing yang pernah menguasai Cina adalah dinasti
Manchu (dinasti Ching) 1644 – 1912 yang berasal dari Manchuria.
Nasionalisme
Cina tersulut setelah rakyat kecewa terhadap penguasa Manchu yang
dinilai bukan dinasti keturunan Cina. Kebencian itu semakin memuncak
setelah bangsa Inggris mengungguli pasukan kaisar dalam Perang Candu
tahun 1842. Kaisar dinilai lemah dan bertanggung jawab atas penderitaan
rakyat Cina akibat penjajahan bangsa Eropa, AS dan Jepang. Akhirnya
revolusi pun pecah. Kaisar Manchu tahun 1911 digulingkan oleh rakyatnya
sendiri dan Cina menjadi republik. Namun republik ini rapuh karena
panglima perangnya saling bertikai.
Dr.
Sun Yat Sen merupakan tokoh nasionalis Cina ternama. Ia mencita-citakan
Cina baru yang didasarkan San Min Chu I (Tiga Sendi Kedaulatan Rakyat)
yaitu nasionalisme, demokrasi dan sosialisme. Revolusi nasional di bawah
pengaruhnya meletu di Wuchang 11 Oktober 1911. Mulanya revolusi ini
berperan di Cina Selatan, sementara Cina Utara masih dikuasai orang
Manchu (kaisar Pu Yi) dan para Warlord (panglima perang). Demi membentuk
Cina bersatu (utara dan selatan) ia rela menjadi presiden jendral Yuan
Shih Kai 1911-1916 (salah satu Warlord yang berpengaruh). Sementara Dr.
Sun Yat Sen mengundurkan diri ke Kanton dan mendirikan KuoMinTang
(Partai Nasionalis). Antara 1916-1922 di Cina terjadi kekacauan dan
akhirnya dapat dipadamkan dan Dr. Sun Yat Sen menjadi preesiden sampai
akhir hayatnya 1924. Sebab-sebab timbulnya nasionalisme Cina adalah
sebagai berikut:
1)Lenyapnya
kepercayaan rakyat Cina terhadap Dinasti Manchu. DinastiManchu yang
pernah membawa kejayaan Cina, kemudian menjadi pudar setelah kedua
kaisar besar (K'ang Hsi dan Ch'ien Lung) meninggal. Akibatnya, lenyap
pula kemakmuran Cina.
2) Pemerintahan Manchu dianggap kolot dan telah bobrok.
3)Adanya korupsi dan pemborosan yang merajalela, terutama di kalangan
Istana Manchu.
Istana Manchu.
4) Kekalahan Cina dalam Perang Cina–Jepang I.
5)
Munculnya kaum intelektual Cina. Mereka telah mengenal paham paham
Barat, seperti liberalisme, nasionalisme, dan demokrasi. Dari kaum
intelektual inilah kemudian muncul cita-cita untuk menggulingkan
pemerintahan Manchu.
3Ajaran Sun Yat-Sen sebagai Tokoh Nasionalisme China
3Ajaran Sun Yat-Sen sebagai Tokoh Nasionalisme China
Ajaran-ajaran
yang dibawa oleh Sun Yat-Sen sebagai salah satu tokoh dan juga pelopor
revolusi dan nasionalisme di China ini antara lain adalah: Tiga Prinsip
Rakyat (San Min Chu I), adalah sebuah politik filsafat yang dikembangkan oleh Sun Yat-sen sebagai bagian dari filosofi untuk membuat Cina yang bebas, makmur, dan kuat bangsa. Filosofi ini telah diklaim sebagai landasan Republik China pemerintahan seperti dibawa oleh Kuomintang (KMT). Prinsip-prinsip yang juga muncul dalam baris pertama Lagu Kebangsaan Republik Cina. Adapun isi dari ketiga prinsip rakyat tersebut adalah:
§ Prinsip Minzu
Prinsip ini biasanya diterjemahkan sebagai nasionalisme, harfiah Rakyat, relasi atau pemerintah rakyat. Dengan ini, Sun meyakini bahwa kebebasan itu dari dominasi imperialis.
Untuk mencapai hal ini ia percaya bahwa Cina harus mengembangkan sebuah
"civic-nasionalisme", sebagai lawan kepada "nasionalisme etnis",
sehingga dapat menyatukan semua perbedaan etnis Cina, terutama terdiri
dari lima kelompok utama dari Han , Mongol, Tibet, Manchu, dan Muslim (seperti Uyghurs), yang bersama-sama dilambangkan oleh Lima Warna Bendera Republik Pertama (1911-1928). Rasa nasionalisme ini berbeda dari gagasan "etnosentrisme," yang setara dengan makna yang sama nasionalisme dalam bahasa Cina.
§ Prinsip Minquan
Prinsip ini biasanya diterjemahkan sebagai demokrasi (harfiah Rakyat daya atau pemerintah oleh Rakyat). Bagi Sun, ini mewakili pemerintah konstitusional Barat. Pertama, ia membagi kehidupan politik yang ideal untuk Cina dalam dua set kekuasaan atau kekuatan:
1. Kekuatan Politik
These (政權, zhèngquán) are the powers of the people to express their political wishes, similar to those vested in the or the in other countries, and is represented by the .Ini adalah kekuatan masyarakat untuk mengekspresikan keinginan politik mereka, mirip dengan yang diberikan kepada rakyat atau parlemen di negara-negara lain, dan diwakili oleh Majelis Nasional. There are four of these powers: (選舉), (罷免), (創製), and (複決). Ada empat kekuatan ini: pemilu, ingat, inisiatif, dan referendum. These may be equated to " ". Ini dapat disamakan dengan "hak-hak sipil".
2. Kekuatan Pemerintahan
These (治權, zhìquán) are the powers of administration.Ini adalah kekuasaan pemerintahan.Here he expanded the European-American constitutional theory of a and a system of
by incorporating traditional Chinese administrative tradition to create
a government of five branches (each of which is called a yuàn or 'court'). Di sini ia memperluas Eropa-Amerika teori konstitusional dari tiga cabang pemerintahan dan sistem check and balance
dengan memasukkan tradisi administrasi Cina tradisional untuk
menciptakan pemerintahan lima kantor cabang (masing-masing yang disebut yuan atau 'pengadilan'). The , the , and the came from thought; the and the came from Chinese tradition. The Legislatif Yuan, yang Eksekutif Yuan, dan Yuan Yudisial berasal dari Montesquieuan pikiran; di Control Yuan dan Ujian Yuan berasal dari tradisi Cina. (Note that the Legislative Yuan was first intended as a branch of governance, not strictly equivalent to a national parliament.)
(Perhatikan bahwa Yuan Legislatif pertama kali dimaksudkan sebagai
cabang pemerintahan, tidak sepenuhnya sama dengan parlemen nasional.)
§ Prinsip Minsheng
Prinsip This (民生主義, Mínshēng Zhǔyì) is sometimes translated as 『the People』s welfare/livelihood』, 『Government for the People』 – or even , though the government of shied away from translating it as such.ini kadang-kadang diterjemahkan sebagai kesejahteraan rakyat (mata pencaharian) Pemerintah untuk Rakyat atau bahkan sosialisme, meskipun pemerintah Chiang Kai-shek menjauhi menerjemahkan seperti itu. The concept may be understood as or as ("for the people", "to pleasure the people") governmental measures. Konsep dapat dipahami sebagai kesejahteraan sosial atau sebagai populis ( "untuk rakyat", "untuk kesenangan rakyat") langkah-langkah pemerintah. Sun understood it as an industrial economy and equality of land holdings for the Chinese peasant farmers. Matahari dipahami sebagai ekonomi industri dan persamaan kepemilikan tanah bagi petani Cina. Here he was influenced by the American thinker (see ); the in Taiwan is a legacy thereof. Di sini ia dipengaruhi oleh pemikir Amerika Henry George (lihat Georgism); yang nilai tanah pajak di Taiwan adalah sebuah warisan daripadanya. He
divided livelihood into four areas: food, clothing, housing, and
transportation; and planned out how an ideal (Chinese) government can
take care of these for its people. Dia mata pencaharian dibagi
menjadi empat wilayah: makanan, pakaian, perumahan, dan transportasi;
dan merencanakan cara yang ideal (Cina) Pemerintah dapat mengurus ini
bagi orang-orang.
Tradisi moral yang dianjurkan oleh Dr Sun adalah terdiri dari "jalan kerajaan" dan berarti emas. Mantan berarti "apa yang menjadi," sementara yang kedua berarti "tempat untuk menjadi." Tiga Prinsip Rakyat sesuai akan diundangkan dengan cara berikut:
a. a. Prinsip Nasionalisme
· Untuk membebaskan orang-orang Cina dari oligarki;
· Memberikan setiap kelompok etnis di Cina kesempatan yang sama
· Untuk membantu memberikan orang-orang di dunia dari segala bentuk penindasan.
b. Prinsip Demokrasi
· The anthentic kesetaraan; equably dari titik awal; kesetaraan kesempatan; layanan untuk mencegah ketidaksetaraan kesetaraan.
· Cukup hak-hak yang dinikmati oleh seluruh rakyat; langsung suara untuk memilih pejabat dan membuat hukum.
· Sebuah pemerintah mahakuasa
c. Prinsip Penghidupan
· Pemerataan kepemilikan tanah
· "Tanah ke kemudi" program
· Kontrol modal swasta dan pembangunan modal nasional.
Berlakunya Tiga Prinsip Rakyat akan memberikan semua orang-orang Cina
dengan kesempatan untuk menjadi sama etnis, politik dan ekonomi-sekutu. Zaman baru dari budaya Cina telah dimulai sejak Dr Sum mendirikan Republik demokratis pertama di Asia.
Sudah pasti bahwa orang-orang Cina, sebagai pemegang tradisi moral yang
lama, akan mencapai tujuan: untuk membangun yang kuat dan makmur Cina
dan untuk mempromosikan persaudaraan bangsa-bangsa di dunia
2.4 Jalannya Revolusi China 1911
Kekalahan
Cina dalam Perang Candu, 1839-1842 dan 1856-1860, di tangan kekuasaan
kolonial Inggris, menjadi titik balik dalam sejarah Cina modern. Ini
adalah pertama kalinya bahwa kedaulatan teritorial Cina itu
dikompromikan oleh para penguasa yang ditandatangani apa yang dikenal
sebagai "tidak setara" Perjanjian Nanking (Perjanjian Nanjing). Dalam
dekade berikutnya, penurunan Dinasti Qing, setelah setiap kekalahan di
tangan kekuasaan kolonial, cina menyerah lebih lanjut wilayah dan
kedaulatan. Perkembangan ini menghasilkan tingkat belum pernah terjadi
sentimen kebangsaan di antara orang-orang Cina menentang dinasti
berabad-abad aturan yang mereka bertanggung jawab atas keterbelakangan
Cina serta memalukan kekalahan yang dideritanya melawan penyerbu asing.
Sejak saat itu, perasaan nasionalisme telah berkembang berlanjut di
Cina dan telah tepat berturut huruf besar oleh para pemimpin Cina untuk
kebijakan domestik dan eksternal. Sifat nasionalisme berubah dalam
keadaan yang berbeda, tujuan akhir, bagaimanapun, tetap sama: "untuk
mencari dan mempertahankan kemerdekaan nasional Cina."
Adapun
sebelum terjadinya revolusi China pada tahun 1911, pemerintahan di
China ini dipegang oleh salah satu dinasti asing yang memerintah di
China, yakni dinasti Qing. Dinasti Qing (1644 - 1911), dikenal juga sebagai Dinasti Manchu dan adalah satu dari dua dinasti asing yang memerintah di Cina
setelah dinasti Yuan Mongol dan juga adalah dinasti yang terakhir di
Cina. Asing dalam arti adalah sebuah dinasti pemerintahan non-Han yang
dianggap sebagai entitas Cina di zaman dulu. Dinasti ini didirikan oleh
orang Manchuria
dari klan Aisin Gioro (Hanyu Pinyin: Aixinjueluo), kemudian mengadopsi
tata cara pemerintahan dinasti sebelumnya serta meleburkan diri ke dalam
entitas Cina itu sendiri. Berkaitan dengan hal itu Sun Yat-Sen adalah
satu-satunya
tokoh di China yang menganggap bahwa :dinasti Qing ini adalah bangsa
penjajah dan alangkah lebih baiknya jika tidak memerintah lebih lama
lagi di China, dimana kebijakan-kebijakan yang ada pada masa
pemerintahan dinasti Qing ini sangat bersifat feodal dan diktatoris,
serta membawa dampak yang buruk bagi kelangsungan bangsa China, sehingga
munculah rasa ingin mengubah hal tersebut dan akhirnya Sun Yat-Sen
berhasil mengalahkan imperium dinasti Qing dan mulailah terjadi
perubahan sistem pemerintahan di China yang lebih dikenal dengan
revolusi China yang dimulai pada tahun 1911.
1 Berdirinya Partai Nasional Cina
Pada
tanggal 24 November 1894 Sun Yatsen mendirikan perkumpulan Cina Bangkit
Kembali di Hawaii. Perkumpulan ini merupakan perkumpulan revolusioner
Cina pertama, dan para anggotanya terdiri dari orang-orang Cina
perantauan. Perkumpulan ini mempunyai tujuan untuk menumbangkan Dinasti
Qing dan mendirikan negara Republik Nasional Cina. Saat Sun Yatsen
berada di Jepang atas undangan mahasiswa Cina di Jepang, Sun Yatsen yang
ingin mengembangkan Xing Zhong Hui mengajak beberapa perkumpulan
revolusioner yang mempunyai visi dan misi yang sama untuk bergabung.
Sehingga terbentuk suatu perkumpulan yang disebut dengan Tong Meng Hui (Perkumpulan Persatuan) pada tahun 1906.
Pada tanggal 25 Agustus 1912 Song Jiaoren dan Sun Yatsen membentuk partai baru, yaitu Partai Nasional Cina (Guomindang) di Guangdong. Partai Nasional Cina (PNC) merupakan gabungan dari beberapa partai, diantaranya adalah Partai Demokrasi (Min Zhu Dang), Partai Persatuan (Tong Yi Dang), Partai Republik (Gong He Dang) dan Perkumpulan Persatuan (Tong Meng Hui).
2 Berdirinya Partai Komunis Cina
Berdirinya Partai Komunis Cina (Gong Chan Dang) dilatarbelakangi oleh Revolusi Bolshevik. Karena
setelah revolusi ini berhasil, komunisme mulai membentangkan sayapnya
keseluruh dunia, salah satunya adalah negara Cina. Keberhasilan Revolusi
Bolshevik sangat menarik perhatian para intelektual Cina, sehingga
mereka banyak mempelajari buku-buku ajaran komunisme. Hilangnya
kepercayaan intelektual Cina terhadap negara-negara Barat, semakin
membuat mereka menyukai paham komunisme.
Li Dazhao, seorang profesor di bidang sejarah dan juga seorang kepala perpustakaan pada tahun 1918 mendirikan perkumpulan “New Tide Society” yang mengkaji ajaran Marxisme. Perpustakaannya terkenal dengan sebutan “Kamar Merah” (Hong Lou). Salah satu pengikutnya adalah Mao Zedong, seorang asisten perpustakaan Universitas Beijing (Beijing Daxue), Chen Duxiu seorang dekan fakultas sastra, dan beberapa kaum intelektual lainnya.
Uni
Soviet yang sedang mengembangkan komunisme mulai mencari jalan, salah
satunya adalah mengeluarkan manifesto politik yang menguntungkan Cina
pada Juli 1919 oleh Deputi Komisaris Urusan Luar Negeri, Leo Karakhan.
Berikut adalah beberapa dari manifesto politik tersebut, yaitu:
· Uni Soviet akan mengembalikan semua daerah dan konsesi yang berdasarkan “perjanjian tidak seimbang” kepada Cina.
· Hak ekstrateritorialitas dan pampasan perang dari peristiwa tinju akan dihapus.
· Uni Soviet akan berhenti ikut serta dalam mengelola bea cukai dan pajak garam di Cina.
Manifesto
tersebut membuat para intelektual Cina semakin terpikat pada komunis.
Kemudian pada tahun 1919 mendirikan cabang komintern di Shanghai di
bawah pimpinan Voitinsky. Kemudian atas desakan komintern berdirilah
Partai Komunis Cina pada Juli 1921 dan yang menjadi Sekertaris Jenderal
PKC pertama adalah Chen Duxiu.
3 Partai Nasional Cina berkoalisi dengan Partai Komunis Cina
Partai
Komunis Uni Soviet (PKUS) menganggap bahwa PNC bersifat borjuis, tetapi
menentang imprealisme dan juga menganggap bahwa PNC adalah inti dari
revolusi nasional di Cina. Karena hal itulah PKUS mengutus Ir. H.J.
Sneevliet alias Maring untuk bertemu dan mengadakan kerjasama dengan Sun
Yatsen. Pada saat sidang komite sentral PKC bulan Agustus 1922,
Sneevliet menyerukan kepada para pemimpin komintern untuk membujuk PKC
bahwa anggota mereka harus masuk ke PNC.
PKC
kemudian mengirimkan perwakilan untuk merundingkan dengan Sun Yatsen
dan mengusulkan pembentukan front persatuan untuk melawan musuh-musuh
PNC dan menyatukan Cina. Uni Soviet kemudian mengirim A.A. Yoffe untuk
mengadakan perjanjian bersama pada tanggal 26 Januari 1923 yang isinya
sebagai berikut (Nio, Joelan, Tiongkok Sepandjang Abad):
· Komunis
atau sistem soviet tidak akan cocok diterapkan di Cina, karena di Cina
tidak ada keadaan yang memungkinkan tumbuhnya atau sovietisme dengan
berhasil,
· Masalah terpenting bagi Cina adalah persatuan bangsa dan kemerdekaan nasional,
· Cina dapat mengandalkan bantuan dari Uni Soviet.
Setelah
pernyataan tersebut disetujui oleh kedua belah pihak, kemudian pada
bulan Januari 1924 PNC mengadakan Konggres Nasional pertama di
Guangdong. Menurut Willem G.J Remmelink (penterjemah) dalam buku Sejarah
Cina: Ikhtisar Sejarah dan Kebudayaan Cina dari zaman prasejarah sampai
masa kini, konggres ini memutuskan bahwa anggota PKC diperbolehkan
masuk ke dalam PNC secara perseorangan dengan syarat mereka harus tunduk
kepada asas-asas PNC dan memperoleh jumlah kursi yang sebanding dalam
organisasi partai pada berbagai tingkat dan bahwa penerapan komunisme di
Cina pada saat itu belum memungkinkan.
Atas instruksi Sun Yatsen, kemudian Chiang Kaishek (Jiang Zhongzheng)
beranggapan bahwa PKUS tidak paham keadaan yang sesungguhnya mengenai
revolusi di Cina. dalam laporannya kepada Sun Yatsen, Chiang Kaishek
mengatakan bahwa PKUS berusaha membagi masyarakat kedalam perjuangan
kelas agar terjadi konflik diantara mereka.
Chiang
Kaishek percaya bahwa institusi politik soviet merupakan alat dari
tirani dan teror, dan pada dasarnya bertentangan dengan politik ideal
PNC. Menurut pengamatannya siasat Soviet dan program dari revolusi dunia
yang disebarluaskan oleh Uni Soviet bisa mengancam kemerdekaan
nasional. Karena hal itulah ia menentang adanya kerjasama antara PNC dan
PKC, tetapi pendapatnya bertentangan dengan Sun Yatsen. Sun Yatsen
menganggap Chiang Kaishek terlalu berlebihan dalam menilai Uni Soviet,
dan Sun Yatsen berpendapat bahwa selama PNC dan San Min Zhu Yi diakui sebagai pemimpin revolusi nasional, maka kaum komunis dapat dimanfaatkan.
Sun
Yatsen kemudian memerintahkan Chiang Kaishek untuk mendirikan Akademi
Militer di Whampoa. Sementara itu Uni Soviet mengirimkan penasehatnya ke
Cina, salah satunya adalah Michael Borodin yang kemudian menjadi
penasehat politiknya Sun Yatsen dan Jenderal Vasili Blucher alias Von
Gallen diangkat sebagai pembantu teknis kemiliteran.
5 Tragedi Wuhan
Pada
tahun 1911 Republik Cina berdiri setelah dinasti Qing tidak berhasil
mempertahankan kekuasaannya. Sun Yatsen adalah orang yang mempunyai
peran penting dalam menumbangkan dinasti Qing, tetapi yang menjadi
presiden pertama Cina adalah Yuan Shikai. Hubungan antara Yuan Shikai
dengan Sun Yatsen sering terjadi ketegangan. Sun Yatsen berada di daerah
Cina Selatan dan Yuan Shikai berada di Cina Utara.
Sun Yatsen menginginkan antara Cina Utara dan Selatan bersatu, akan tetapi untuk mewujudkannya sangat sulit karena adanya para warlord (raja perang; junfa). Para warlord itu antara lain adalah:
1. Duan Qirui dari klik Anhui (Wanxi),
2. Zhang Zuolin dari klik Fengtian (Fengtianxi),
3. Feng Guozhang's dari klik Zhili (Zhixi) tetapi telah diambil alih oleh Cao Kun, Wu Peifu , and Sun Chuanfang pada tahun 1919.
Dalam
upayanya untuk mempersatukan seluruh wilayah Cina, maka Sun Yatsen
merencanakan ekspedisi ke utara. Tetapi sebelum ekspedisi itu
dilaksanakan, Sun Yatsen meninggal dunia. Sejak saat itu PNC menjadi
terpecah menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Aliran progresif (sayap kiri) dibawah pimpinan Wang Qingwei
2. Aliran konservatif (sayap kanan) dibawah pimpinan Hu Hanmin
3. Tentara hasil lulusan Akademi Militer Whampoa dibawah pimpinan Chiang Kaishek
Chiang
Kaishek kemudian berusaha mewujudkan harapan Sun Yatsen dan
merencanakan operasi militer dengan membagi pasukan militernya, yaitu:
1. Pasukan pertama bergerak kearah utara dengan tujuan Wuhan dibawah pimpinan Jenderal Blucher yang di dominasi sayap kiri,
2. Pasukan kedua bergerak ke arah timur laut dengan tujuan provinsi Jiangsu.
Jenderal
Blucher berhasil merebut Wuhan dan ibukota pemerintah nasional sayap
kiri dipindah kesana. Sementara itu Chiang Kaishek berusaha menghindari
bentrokan dengan pihak asing ketika berusaha merebut Shanghai. Pada
bulan Maret 1927 Shanghai berhasil direbut, empat hari kemudian Nanjing
juga berhasil direbutnya.
Sementara
itu pada bulan April 1927 terjadi pemogokan oleh kader komunis di
Shanghai, mereka bahkan mengambil alih beberapa industri besar dan
membagikan senjata kepada kaum buruh. Chiang
Kaishek kemudian menangkap dan membantai kaum komunis, peristiwa ini
dinamakan “Teror Putih”. Karena adanya pembantaian terhadap kaum komunis
oleh Chiang Kaishek, Ketua PKUS Joseph Stalin mengirim telegram kepada
Michael Borodin yang isinya antara lain:
· Tanah harus disita atas permintaan penguasa lokal saja dan bukan pemerintah nasional
· Partai harus memeriksa pelanggaran terhadap petani
· Semua anggota militer yang tidak dapat dipercaya harus di pecat
· Buruh dan petani yang baru di seleksi harus dapat menggantikan anggota lama di Komite Sentral PNC
· Pengadilan revolusioner untuk pemeriksaan dari anggota militer reaksioner harus segera dibentuk.
Tetapi
karena Borodin tidak mampu melaksanakannya, kemudian ia meminta bantuan
kepada Mohandas Narayan Roy untuk menyelesaikan masalah tersebut. M.N.
Roy memperlihatkan telegram tersebut kepada Wang Qingwei dengan maksud
untuk bekerjasama menjalankan instruksi tersebut.
Wang
Qingwei meskipun termasuk PNC sayap kiri, tetapi dia adalah seorang
nasionalis. Sehingga setelah ia membaca telegram tersebut ia
berkesimpulan bahwa Uni Soviet ingin merubah revolusi nasional menjadi
Cina komunis. Wang Qingwei kemudian bergabung kembali dengan Chiang
Kaishek dan memutuskan hubungan kerjasama PNC-PKC dan mengusir para
kader komintern yang diperbantukan pada Republik Cina dari Cina. Pada
tanggal 15 Juli 1927 PNC sayap kiri di Wuhan mengusir komunis, sehingga
Borodin dan Blucher terpaksa kembali ke Uni Soviet.
Kaum
buruh dan tani mengadakan gerakan revolusioner, kaum petani merampas
tanah milik tuan tanah lalu membagikan kepada petani penggarap. Stalin
menginstruksikan agar gerakan tersebut tetap dilanjutkan. Tetapi Chiang
Kaishek segera mengerahkan pasukannya, menangkap buruh-buruh yang mogok,
dan menggeledah rumah-rumah yang dicurigai sebagai pusat pemimpin
gerakan pemogokan dan sabotase.
Peristiwa
ini menyebabkan terputusnya hubungan antara PNC-PKC dan juga menandakan
berakhirnya front persatuan. PNC sayap kiri bersatu kembali dengan PNC
sayap kanan, bahkan pada bulan februari 1928 pemerintahan di Wuhan
dibubarkan, sehingga Nanjing yang dijadikan markas besar Chiang Kaishek
kemudian diakui sebagai ibukota.
Didalam
PKC sendiri Chen Duxiu dianggap orang yang bertanggungjawab atas
kegagalan dalam bekerjasama dengan PNC, sehingga dia dihukum atas dasar
oportunisme kanan. Kemudian dipilihlah Mao Zedong sebagai Sekertaris
Jenderal PKC yang baru.
Peristiwa Xi’an dan Bersatunya Kembali Partai Nasional Cina dengan Partai Komunis Cina
Jepang
yang mempunyai hak istimewa di jalur kereta api Manchuria Selatan dan
juga telah membangun industri secara besar-besaran merasa khawatir
dengan kedudukannya setelah Cina mulai bersatu dibawah PNC. Pada
tanggal 18 September 1931 terjadi suatu peristiwa, rel kereta api
Manchuria Selatan milik Jepang di bongkar. Jepang menuduh Zhang Xueliang
panglima pasukan Cina yang melakukannya. Dengan alasan tersebut, Jepang
kemudian menyerang pasukan Cina dan merampas Mukden. Pada tahun 1932
Jepang juga mendirikan negara boneka Manchuguo dan Puyi sebagai kepala
negaranya.
Cina
sangat marah dan melaporkan kepada Liga Bangsa-Bangsa (LBB), tetapi LBB
tidak berhasil menangani masalah kedua negara tersebut. Bahkan Jepang
kemudian keluar dari LBB. Sebagai akibatnya, rakyat Cina melakukan
boikot ketat terhadap barang-barang Jepang. Jepang sangat tidak menyukai
adanya pemboikotan ini terutama yang terjadi di Shanghai, sehingga
sempat terjadi peperangan antara pasukan Cina dengan Jepang.
Walaupun
tentara Jepang telah menyerang Manchuria, tetapi serbuan tersebut
kurang mendapat tanggapan dari Chiang Kaishek. Menurut Chiang Kaishek
kamunisme sangat berbahaya sehingga harus dimusnahkan terlebih dahulu,
sebaliknya bila melawan tentara Jepang merupakan hal yang sia-sia karena
tentara Jepang sangat kuat. Bahkan serbuan Jepang ke Manchuria tidak
dilawan oleh Chiang Kaishek, dan memerintahkan Panglima Manchuria untuk
memindahkan pasukannya ke Xi’an.
Pada
tahun 1935 Zhou Enlai utusan PKC secara tidak langsung menemui Chen
Lifu utusan PNC untuk mengadakan pendekatan dengan perwakilan pemerintah
di Hongkong dan berharap agar pemerintah menunjuk seseorang untuk
bernegosiasi. PKC berharap agar perang saudara berhenti dan bersatu
melawan Jepang. Ketika Pan Hannian datang bernegosiasi dengan Chen Lifu
ke Nanjing, pemerintah Nanjing mengajukan beberapa syarat, yaitu
(Chiang, Kaishek, Soviet Russia in China):
Ø Berpegangan pada San Min Zhu Yi (Trisila yang dirumuskan oleh Sun Yatsen)
Ø Mematuhi perintah Chiang Kaishek
Ø Menghapus “Tentara Merah” dan berintegrasi kedalam tentara nasional
Ø Pemerintah Soviet Cina dihapu dan berintegrasi kedalam Pemerintah Nasional.
Keseluruhan syarat tersebut telah disepakati bersama, tetapi belum mendapatkan pengesahan dari Chiang Kaishek.
Sementara
itu Mao Zedong berusaha menghasut Zhang Xueliang dan Yang Hucheng. Ia
mempengaruhi dan mengajak mereka untuk membentuk suatu front persatuan
nasional Cina anti Jepang. Mao Zedong juga menyebutkan bahwa PKC
bertujuan untuk mendirikan Republik Rakyat Cina, dimana semua kelompok,
perseorangan, dan angkatan bersenjata bersatu melawan Jepang. Kedua
panglima tersebut berhasil dipengaruhi dan mereka telah bersedia
mendukung demonstrasi mahasiswa di Xi’an yang dipelopori oleh PKC.
Demonstrasi itu menuntut Pemerintah Nasional Cina memerangi Jepang.
Chiang
Kaishek kemudian pegi ke Xi’an untuk menstabilkan keadaan dan
merencanakan mengadakan pertemuan dengan para panglima untuk menjelaskan
kebijakan pemerintah terhadap komunis dan Jepang, juga mengenai rencana
di balik slogan komunis. Setibanya Chiang Kaishek di Xi’an, ia diculik
oleh Zhang Xueliang dan yang Hucheng di penginapannya. Kedua panglima
tersebut mengajukan beberapa tuntutan, tetapi Chiang tidak mau memenuhi
tuntutan tersebut walaupun keselamatannya terancam. Tuntutan-tuntutan tersebut diantaranya adalah:
· Menghentikan perang saudara,
· Membebaskan seluruh tahanan politik,
· Terjaminnya kebebasan berpolitik dan berorganisasi,
· Menjalankan amanat Sun Yatsen,
· Segera membentuk konferensi pembebasan rakyat.
Setelah
Pemerintah Nasional Cina di Nanjing mendengar berita penculikan
tersebut segera merencanakan mengadakan penyerbuan ke Xi’an, tetapi hal
tersebut sulit dilaksanakan karena mengancam keselamatan Chiang sendiri.
Pihak Jepang menyatakan bahwa tuntutan tersebut harus ditolak, karena
bila tidak Jepang akan menyerbu Shanghai dan Nanjing. Keadaan yang kacau
ini dimanfaatkan oleh PKC dengan mengutus Zhou Enlai yang bertindak
sebagai penengah untuk menyelamatkan Chiang Kaishek dan mengadakan
kerjasama antara PNC-PKC.
Akhirnya Zhang Xueliang dan Yang Hucheng menyadari kesalahannya dan membebaskan Chiang Kaishek. Peristiwa
Xi’an membuat PNC-PKC bersatu kembali dan membentuk front persatuan
nasional anti Jepang pada tanggal 10 Februari 1937.
5 Keterkaitan China dalam Perang Dunia I
Adapun
keadaan tentang masuknya Republik Cina ke dalam Perang Dunia I adalah
sebagai berikut: Pada 4 Februari 1917, Menteri Amerika, Dr Reinsch,
meminta Pemerintah Cina untuk mengikuti Amerika Serikat dalam protes
terhadap Jerman yang netral melawan kapal selam. Pada 9 Februari Pekin
dibuat seperti protes ke Jerman, dan menyatakan maksud pemutusan
hubungan diplomatik jika protes itu tidak efektif. Jawaban langsung dari Jerman adalah torpedo kapal Prancis Atlas di Mediterania yang sudah lebih dari tujuh ratus buruh Cina. Pada 10 Maret Parlemen Cina diberdayakan pemerintah untuk memutuskan hubungan dengan Jerman, jawaban tersebut mengakibatkan kejutan besar di Cina.
Seorang
negarawan China membuat komentar ini pada perubahan sikap Jerman:
"Pasukan di bawah Count Waldersee meninggalkan Jerman untuk meredakan
Pekin yang diperintahkan oleh Tuhan Perang tidak memberikan kuartal ke
Cina. Di sisi lain, pernyataan yang terakhir itu mengandung kesan bahwa
mereka tidak akan pernah berani tampak dalam menghadapi Jerman lagi.
Seiring berjalannya waktu akhirnya menumbuhkan rasa balas dendam,
'meratapi bahwa bahkan begitu lemah suatu negara sebagai Republik Timur
Jauh muncul keberanian melawan negara Jerman". Putusnya hubungan dengan Jerman menyebabkan masalah antara Presiden Republik dan Premier. Premier menjadi bapak untuk menghentikan hubungan tanpa berkonsultasi dengan Parlemen. Presiden menegaskan bahwa Parlemen harus berkonsultasi.
Langkah berikutnya adalah untuk menyatakan perang, tapi di sini
negarawan cina ragu-ragu, dan ragu-ragu mereka muncul melalui perasaan
mereka ke Jepang. Ada juga alasan lain mengapa mereka ragu-ragu untuk menyatakan perang. Memang pengabdian untuk perdamaian, yang berakar dalam bangsa, akan menjadi alasan yang memadai dalam dirinya sendiri. Selain itu, Cina, seperti negara-negara netral lainnya, adalah pusat yang kuat untuk propaganda Jerman.
Jerman konsul dan pejabat diplomatik, yang dalam bahasa Cina sarjana
sastra dan filsafat, dan yang juga memiliki dana yang cukup untuk
menghibur para pejabat Cina ketika mereka suka dihibur, sehingga mereka
secara aktif berusaha untuk mempengaruhi negarawan cina. Pemerintah
Cina, bagaimanapun juga, bertekad untuk menyatakan perang, dan untuk
mengamankan support Premier, Cina memanggil seorang dewan gubernur
militer untuk mempertimbangkan pertanyaan. Mayoritas konferensi setuju dengan Premier, tapi oposisi yang kuat mulai berkembang. Pada 7 Mei Presiden mengirim permintaan resmi kepada Parlemen untuk menyetujui sebuah deklarasi perang. Parlemen tertunda dan terancam oleh massa.
Premier dituduh telah menghasut kerusuhan dan sup-port mulai berkumpul
untuk Parlemen, dan serangan dibuat di Premier sebagai bersedia menjual
cina. Pada tanggal 14 Agustus China secara resmi bergabung dengan Sekutu
dan menyatakan perang terhadap Austria dan Jerman. Dia tidak mengambil
bagian besar dalam perang, kecuali untuk menyerang Jerman dan Austria
di pemukiman Tientsin dan Hankow, yang diambil alih oleh pihak
berwenang China. Para pejabat China juga menyita Asiatische Deutsche
Bank, agen di Cina untuk Pemerintah Jerman, dan empat belas kapal-kapal
Jerman yang telah magang di pelabuhan-pelabuhan Cina. Ribuan kuli Cina dikirim ke Eropa untuk bekerja di kepentingan Sekutu di belakang garis pertempuran.
Proklamasi
perang resmi Cina yang ditandatangani oleh Presiden Feng-kuo-chang cina
dilihat kembali upaya untuk mendorong Jerman untuk mengubah kebijakan
kapal selam-nya. Hal ini menyatakan bahwa Cina telah dipaksa untuk
memutuskan hubungan dengan Jerman dan dengan Austria-Hongaria untuk
melindungi kehidupan dan harta benda warga negara Cina dan berjanji
bahwa Cina akan menghormati Konvensi Den Haag, mengenai staff manusiawi
dari perang, dan menegaskan bahwa Cina Tujuannya adalah untuk
mempercepat perdamaian.
MATERINYA DISINI
MATERINYA DISINI
Komentar
Posting Komentar